
“Puji Tuhan, Summit! Sang Saka Merah Putih berkibar di Puncak Everest!” Pesan melalui satelit itu masuk ke tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition (WISSEMU) Mahitala Universitas Parahyangan (Unpar) yang bersiaga di Bandung, pukul 5.50 waktu Kathmandu, Nepal, atau pukul 7.05 WIB, Kamis (17/5).
Dua mahasiswi Unpar, Bandung, Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari berhasil menginjakkan kaki di titik tertinggi dunia, Puncak Everest yang berketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Bukanlah perkara mudah dan singkat untuk mendaki Puncak Everest bagi duet srikandi yang biasa disapa Deedee dan Hilda tersebut. Meninggalkan Tanah Air sejak 29 Maret silam, selama satu setengah bulan di Nepal dan Tibet, mereka tetap fokus berlatih dan melakukan penyesuaian terhadap ketinggian (aklimatisasi).


Pendakian menuju puncak dunia dimulai tujuh hari lalu, ketika Deedee dan Hilda meninggalkan Everest Base Camp (EBC) pada 11 Mei. Sesuai rencana awal, pada 16 Mei malam, setelah cukup beristirahat sekitar 7 jam, Deedee dan Hilda memulai perjalanan ke puncak (summit push) dari Camp 3 di ketinggian 8.271 mdpl.
Dalam gelap malam, mereka bergerak menuju First Step (8.501 mdpl), Mushroom Rock (8.549 mdpl), Second Step (8.577 mdpl), dan Third Step (8.690 mdpl). Jalur tersebut penuh dengan tebing bebatuan berlapis es, ditambah pula cuaca yang berangin. Tantangan terakhir sebelum mencapai puncak adalah Summit Ridge yang berketinggian 8.800 mdpl.
Jurang menganga di kiri dan kanan jalur pendakian serta suhu dingin hingga -25 derajat celcius menghantui perjalanan menuju puncak yang oleh orang Tibet disebut Chomolungma itu. Mereka pun berada di ketinggian lebih dari 8.000 mdpl yang hampir setara dengan ketinggian terbang pesawat jet.
Dengan kadar oksigen yang amat tipis, mereka terpaksa menggunakan tabung oksigen yang tentunya juga menambah beban di badan. Belum lagi cuaca yang cenderung memburuk di siang hari, sehingga mereka mesti bergerak cepat, berpacu dengan waktu.
Dengan kondisi yang ekstrim tersebut, tidak mengherankan sedikitnya 288 pendaki dari seluruh dunia telah meregang nyawa di Everest selama rentang waktu 1924-2017.


Sebelumnya, tim WISSEMU juga telah mencapai 6 puncak lainnya, yakni Carstensz Pyramid di Papua yang mewakili lempeng Australasia pada 13 Agustus 2014, Gunung Elbrus di Rusia yang mewakili lempeng Eropa pada 15 Mei 2015, Gunung Kilimanjaro yang mewakili lempeng Afrika pada 24 Mei 2015.
Lalu pada 30 Januari 2016, WISSEMU berhasil menggapai Puncak Gunung Aconcagua di Amerika Selatan dan pada 5 Januari 2017 memuncaki Vinson Massif di Kutub Selatan.
Sebelum Everest, WISSEMU juga berhasil mengibarkan Merah Putih di puncak ke-6 di Puncak Denali, Amerika Utara, pada 1 Juli 2017.
Melalui akun twitternya, Presiden Joko Widodo pun turut mengapresiasi pencapaian Deedee dan Hilda. ‘Indonesia berbangga atas prestasi Fransiska Dimitri dan Mathilda Dwi Lestari yang telah berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Gunung Everest. Luar biasa -Jkw’.
Dengan tercapainya puncak Everest, dua pendaki yang tahun ini berusia 24 tahun itu pun menjadi perempuan Asia Tenggara pertama yang berhasil menuntaskan misi pendakian 7 puncak tertinggi di 7 lempeng benua.
“Keberhasilan ini kami persembahkan untuk persatuan bangsa. Untukmu Indonesia!,” ujar Hilda melalui sambungan telepon satelit.
Artikel ini juga terbit di Media Indonesia edisi Minggu, 20 Mei 2018.
Keren sekali..selamat ya..
LikeLike