
Jalur bebatuan beratapkan pepohonan yang rindang khas hutan hujan tropis mengiringi perjalanan trekking saya dari pintu pendakian Cibodas menuju Puncak Gunung Gede, Jawa Barat, Sabtu (30/07). Burung-burung pun bersahutan dalam nyanyian bak bersaing dengan bunyi gegap langkah para pendaki.
Udara segar dan bersuhu sejuk membuat kawasan Taman Nasional Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) tak pernah sepi pengunjung, terlebih di akhir pekan.
“Sangat pas untuk melepas penat rutinitas di kota dengan main ke sini,” ujar Edi, salah satu pengunjung.
Setelah sekitar 5 jam trekking dari gerbang pendakian di Cibodas, sampailah saya di salah satu lokasi berkemah sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak, yaitu Kandang Badak. Alangkah mengejutkan, ternyata kondisi Kandang Badak kini makin mengenaskan.

Sampah plastik bekas makanan para pendaki tersebar di segala sudut. Tak ketinggalan, botol mineral bekas air minum yang seharusnya kembali dibawa turun, malah memenuhi sudut-sudut pohon. Bahkan, banyak botol berisi air kekuningan seperti urine manusia. Bekas tisu basah dan kotoran manusia yang tidak digali dalam tanah menambah kesan jorok Kandang Badak.
Bangunan shelter di pojokan yang sudah ada sejak 1980-an, kondisinya tidak kalah memprihatinkan. Bau pesing yang menyengat dan tumpukan sampah mengubah fungsinya dari tempat pendaki melepas lelah menjadi tempat pembuangan sampah.


“Jiwa pecinta alam sudah hilang dari para pendaki sekarang yang ke gunung,” tegas Ardi Andono, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I saat dihubungi Media Indonesia, Senin (1/8).
Ia mengaku pihaknya telah berusaha maksimal untuk menangani masalah sampah di kawasan TNGGP. Dari memfilterisasi pengunjung dengan harus mendaftar online terlebih dahulu, membuat surat keterangan sehat, hingga pernyataan menjaga kelestarian kawasan taman nasional sebelum memulai pendakian.
“Jadi orang-orang yang akan berkunjung ke TNGGP diharapkan yang benar-benar siap dan tunduk pada aturan,” lanjutnya.
Kenyataannya, usaha tersebut belum cukup menjaga kawasan TNGGP, terutama masalah kebersihan. Pihak TNGGP pun menutup aktivitas pendakian pada bulan ini sebagai salah satu upaya pemulihan ekosistem. Selain itu, akan diadakan juga kegiatan bersih-bersih sampah di gunung.


Lomba bersih gunung
Pihak TNGGP juga punya strategi lain untuk mengurangi sampah di gunung, antara lain kembali menghelat lomba memungut sampah dan membuat film dokumenter tentang kebersihan gunung.
“File kompilasi dari film-film yang diikutkan para peserta lomba nanti akan kita kirimkan ke sekolah dan universitas sebagai materi pendidikan,” ujar Ardi.
Adapun para pemenangnya, lanjut dia, bakal diganjar dengan hadiah sejumlah total Rp60 juta.
Pihaknya pun berencana menerapkan sistem deposit sampah di salah satu taman nasional tertua Indonesia itu. Jadi, pendaki yang akan memasuki kawasan TNGGP mesti meninggalkan sejumlah uang deposit sebelum mendaki. Mereka bisa mengambil kembali uang tersebut asalkan turun gunung dengan membawa pulang sampah mereka.
Namun, rencana tersebut masih terkendala peraturan pemerintah. Ardi berharap ada pihak swasta yang bersedia melakukan program tersebut bekerja sama dengan TNGGP.

Ardi menambahkan, ada kemungkinan pihaknya juga akan kembali mewajibkan pendakian dengan didampingi pemandu lokal. Dengan begitu, sikap dan perilaku para pendaki dapat terawasi dengan baik.
Kendati demikian, semua ide dan rencana untuk menjaga kelestarian dan kebersihan taman nasional akan sia-sia jika kesadaran dari para pelakunya sendiri tidak ada. Jangan sampai salah satu motto dasar pecinta alam, ‘Jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak!’, tinggal jargon semata.

Rupanya menanam pohon sangat menyenangkan. Meskipun tak secara langsung terasa dampaknya, tapi melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain membuat perjalanan yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa.
LikeLike