Kegiatan mendaki gunung sedang menjadi tren di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dengan makin ramainya pendaki di gunung-gunung Indonesia dari berbagai latar belakang dan usia, terutama saat akhir pekan.
Namun, di tengah menjamurnya aktivitas yang positif tersebut, masih banyak pendaki yang belum paham pengetahuan dasar berkegiatan di alam terbuka, terutama terkait aspek keselamatan.
Salah satu perlengkapan utama dari kegiatan luar ruang adalah pakaian. Pemilihan pakaian sebaiknya menggunakan bahan yang mampu menyerap keringat dengan baik, pun cepat mengering jika basah.
Sayangnya, banyak pendaki yang melakukan kesalahan dengan menggunakan jins untuk mendaki. Mereka salah kaprah mengira celana jins baik untuk mendaki karena tahan robek dan tebal sehingga mampu menahan angin.
“Sebenarnya memakai celana jins bisa membahayakan pendaki. Soalnya susah kering dan jadi lebih berat kalau basah,” ujar Galih Donikara, pendaki senior Indonesia saat ditemui di sela Indonesia Outdoor Festival (Indofest) 2016 di Jakarta, Rabu (6/4).
Apalagi, gunung-gunung Indonesia memiliki curah hujan relatif tinggi. Kalau celana yang dikenakan basah, badan pemakainya pun akan selalu kedinginan sehingga memperbesar risiko terkena hipotermia.
“Baiknya sih memakai celana berbahan quick-dry. Sekarang kan sudah banyak yang jual dengan harga terjangkau,” lanjut pria yang juga aktif di Eiger Adventure Service Team itu.

Kegiatan pendakian tentunya juga butuh alas kaki mumpuni. Sebuah keniscayaan bahwa mendaki gunung memerlukan sepatu bersol baik yang mampu mencengkeram medan licin. Alih-alih sepatu, tidak sedikit pendaki yang tetap memilih bersandal saat mendaki.
“Walau namanya sandal gunung, tapi itu bukan untuk naik gunung. Sandal gunung itu peruntukannya untuk beraktivitas di sekitar tempat berkemah,” imbuh Djukardi ‘Bongkeng’ Adriana, salah satu pelopor kegiatan alam bebas Indonesia.

Pria jebolan Wanadri yang sudah menjelajah gunung-gunung Indonesia sejak era 1970-an itu juga menyayangkan masih kurangnya wawasan pihak pengelola gunung dan taman nasional di Indonesia akan keselamatan pengunjung.
Ia membandingkan dengan pengalamannya mendaki gunung-gunung di Eropa yang pengelolanya sangat paham dan menjunjung aspek keselamatan. “Saat saya di Swiss untuk mendaki Gunung Eiger, guide-nya sampai membantu memilihkan sepatu yang cocok. Saat di toko, sepatu yang saya pilih harganya lebih mahal, tapi dia bilang tidak cocok dan justru memilihkan sepatu yang lebih murah tapi memang sesuai untuk medan Eiger,” terang Bongkeng.
Jika pemahaman teknik bertahan hidup di alam terbuka sudah dikuasai, perlengkapan yang digunakan mampu membuat aman, pendakian pun akan terasa nyaman. “Setelah merasakan mendaki dengan nyaman, akan terlahir pendakian yang bermakna sehingga dapat mengubah kualitas hidup kita,” tutup Galih.

Artikel ini juga terbit di portal Mediaindonesia.com, bisa dibaca di sini.