
“AZIMUTNYA (sudut ke titik tujuan yang tertera pada kompas) salah! Jalur kita harusnya pakai sudut 81°,” teriak Dede memecah keheningan hutan Gunung Pulosari, Banten, pekan lalu.
Dede bukan dalam misi pencarian korban pada kegiatan SAR. Ia sedang latihan navigasi darat di hutan yang rapat dengan bantuan kompas bidik.
Dede Rifandi ialah satu dari 75 peserta Mountain and Jungle Course (MJC) Eiger 2015 pada 22-28 November lalu. Remaja asal Sumedang itu ikut kegiatan MJC karena ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam mendaki gunung.



Popularitas kegiatan mendaki gunung memang kembali menanjak. Tidak mengherankan ketika Eiger menghidupkan kembali program MJC yang terakhir diadakan pada 2009, respons yang diterima amat masif. Itu tampak dari kuota 75 peserta yang langsung penuh sejak pendaftaraan baru dibuka.
Bahkan, tidak hanya dari Pulau Jawa, ada juga peserta dari Medan dan Gorontalo. “Datang jauh-jauh karena saya ingin memperdalam ilmu survival,” ujar Yodi Kamaru, peserta dari Gorontalo.
Djukardi Adriana, komandan latihan MJC 2015, mengatakan tren kegiatan pendakian gunung harus diimbangi dengan pengetahuan terhadap alam. Bongkeng, sapaan akrab pria yang genap 65 tahun itu, prihatin menyaksikan tren meningkatnya kegiatan luar ruang tanpa dibarengi pemahaman.
“Miris rasanya melihat kondisi gunung-gunung kita yang semakin banyak sampah. Juga korban yang terus berjatuhan akibat tersesat. Karena itulah, kita hidupkan lagi MJC,” lanjut pendaki yang juga jebolan Wanadri era 70-an tersebut.




Jangan panik jika tersesat di alam bebas. Sonny ‘OZ’Takari, pemateri dari Wanadri dalam salah satu sesi MJC Eiger memberikan kiat.
“Ingatlah singkatan kata STOP, lalu orientasi medan dengan kompas seperti yang diajarkan. Intinya jangan panik.”
STOP yang dimaksud merujuk pada S untuk sit (duduk), T untuk thinking (berpikir), O untuk observe (mengamati keadaan sekitar), serta P untuk planning (membuat perencanaan).
Peserta juga dibekali ilmu kesehatan, perencanaan perjalanan, wawasan ekspedisi, konservasi lingkungan, komunikasi lapangan, mengenal iklim dan medan tropis, dan dokumentasi perjalanan.


“Naik gunung zaman sekarang enak, banyak temannya. Namun, jangan hanya selfie, ambil juga maknanya. Karena di ketinggian tersebutlah, ada rasa kerendahan hati,” ucap Titi Bachtiar, aktivis alam terbuka yang juga menjadi pemateri.
Kegiatan MJC mendapat apresiasi dari Kepala Staf Kodim Pandeglang Mohammad Jaini. Menurut Jaini, manfaat positifnya bukan hanya bagi peserta, melainkan juga bagi negara.
Hal tersebut pun searah dengan ungkapan terkenal dari aktivis yang juga pegiat alam Indonesia, Soe Hok Gie, “Patriotisme tidak mungkin muncul dari hipokrisi dan slogan-slogan. Mencintai Tanah Air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Karena itulah kami mendaki gunung.”


